-->

Air Material Penyusun Beton

Air Material Penyusun Beton

Air merupakan bahan yang penting pada beton yang menyebabkan terjadinya reaksi kimia dengan semen. Pada dasarnya air yang layak diminum, dapat dipakai untuk campuran beton. Akan tetapi dalam pelaksanaan banyak air yang tidak layak untuk diminum memuaskan dipakai untuk campuran beton. Apabila terjadi keraguan akan kualitas air untuk campuran beton sebaiknya dilakukan pengujian kualitas air atau diadakan trial mix untuk campuran dengan menggunakan air tersebut.

Persyaratan air sebagai bahan bangunan untuk campuran beton harus memenuhi syarat sebagai berikut:
  • Air harus bersih
  • Tidak mengandung lumpur, minyak dan benda-benda merusak lainnya yang dapat dilihat secara visual.
  • Tidak mengandung benda-benda tersuspensi lebih dari 2 gr/liter
  • Tidak mengandung garam-garam yang dapat larut dan dapat merusak beton (asam-asam, zat organik dan sebagainya) lebih dari 15 gr/liter. Kandungan khlorida (Cl), tidak lebih dari 500 p.p.m dan senyawa sulfat tidak lebih dari 1000 p.p.m
  • Bila dibandingkan dengan kuat tekan beton yang memakai air suling, maka penurunan kekuatan kuat tekan beton yang memakai air yang diperiksa tidak boleh lebih dari 10 %
  • Air yang mutunya diragukan harus dianalisa secara kimia dan dievaluasi mutunya.
  • Khusus untuk beton prategang, kecuali syarat-syarat tersebut diatas, air tidak boleh mengandung Chlorida lebih dari 50 p.p.m.

Adukan Beton

Adukan beton adalah adukan bahan pembentuk beton yang dapat dicetak dalam berbagai bentuk. Berat semen, berat agregat serta sifat-sifatnya, dan berat air akan mempengaruhi sifat-sifat adukan beton dan sifat-sifat beton setelah mengeras. Pada umumnya sifat adukan beton yang langsung dapat dilihat secara visual adalah workability (kelecakan), segregasi dan bleeding

Workability

Perilaku adukan beton pada saat pelaksanaan selalu dikaitkan dengan workability karena sifat ini sangat penting dalam pengadukan, pengangkutan, pencetakan, pemadatan, dan finishing. Beton yang workable akan dapat mengatasi internal friksi yang terjadi pada adukan beton demikian pula friksi antara beton dengan bidang cetakan dan antara beton dengan permukaan tulangan.

Beberapa peneliti mencoba untuk mendefinisikan perkataan workability, misalnya definisi yang direkomendasikan oleh ACI : Workability adalah sifat-sifat adukan beton atau mortar yang ditentukan oleh kemudahan dalam pencampuran, pengangkutan, pencetakan, pemadatan, dan finishing. Road Research Laboratory UK mendefinisikan workability sebagai besarnya kemudahan kerja yang dilakukan untuk menghasilkan kompaksi penuh.

Faktor-faktor yang mempengaruhi workability adalah :

1. Berat Air

Berat air yang digunakan permeter kubik beton merupakan faktor yang penting dalam mempengaruhi workability. Dengan penambahan air berarti friksi antara butiran pada adukan menjadi berkurang sehingga workability menjadi tinggi.


2. Proporsi Campuran

Rasio antara agregat semen yang lebih besar akan menyebabkan adukan menjadi kasar hal ini disebabkan pasta yang dibutuhkan untuk membasahi permukaan agregat menjadi berkurang sehinggga mobilitas agregat menjadi tertahan. Sebaliknya rasio antara agregat dan semen yang rendah akan menyebabkan adukan menjadi lebih kohesive dan akan memberikan workability yang baik.

3. Ukuran/Gradasi Agregat

Ukuran agregat yang lebih besar menyebabkan berkurangnya luas permukaan agregat sehingga pasta/air yang dibutuhkan untuk membasahi permukaan agregat menjadi berkurang. Sehingga penggunaan agregat yang lebih besar dengan jumlah pasta semen yang sama akan menyebabkan workability yang lebih besar.

4. Bentuk Agregat

Agregat yang lonjong atau pipih akan menyebabkan adukan beton menjadi lebih kasar dibandingkan dengan yang bulat atau bersudut. Pada agregat yang bulat, friksi yang timbul akan lebih kecil daripada agregat yang lonjong atau pipih.

5. Tekstur Permukaan Agregat

Luas permukaan agregat yang lebih kasar lebih besar daripada luas permukaan agregat yang halus dalam berat agregat yang sama. Sehingga pasta/air yang dibutuhkan pada agregat yang permukaannya kasar akan lebih besar demikian pula friksi antara butiran akan lebih besar sehingga menyebabkan workability menjadi lebih rendah.


Jenis-Jenis Pengujian pada Adukan Beton

Pengukuran Workability

Sejumlah cara telah ditempuh untuk mengukur workability secara kuantitatif tetapi tidak satupun cara ini memuaskan bila dikaitkan dengan definisi workability itu sendiri. Beberapa test yang sering dilakukan untuk mengukur workability seperti : slump test, compaction factor test, flow test, dan VB consistometer test. Salah satu cara yang paling banyak dilakukan adalah slump test. Cara ini dapat dikerjakan dengan mudah baik di laboratorium maupun di lapangan. Perilaku adukan beton setelah diuji melalui slump test dapat berupa slump yang merata (true slump), shear slump,dan collapse.

Pengukuran Kadar Udara

Kadar udara pada adukan beton diukur dengan menggunakan alat Air Meter, alat ini umum dipakai untuk mengukur kadar udara pada air entrained concrete. Air entrained concrete merupakan beton pori yang dibuat dengan cara menambahkan sejenis bahan penambah yang dapat memproduksi gelembung pada adukan beton.

Bleeding

Bleeding adalah naiknya sejumlah air kepermukaan adukan beton, hal ini terjadi karena air mempunyai berat jenis yang terkecil dari bahan pembentuk beton.

Bleeding dapat terjadi pada adukan yang terlalu banyak air, campuran dengan proporsi kurang baik dan pada adukan beton yang kurang merata.

Kasus bleeding sering terjadi pada pelat. Apabila air akibat bleeding diaduk kembali, ini akan berakibat lemahnya adukan di bagian atas. Mineral admixture yang lebih halus dari semen akan dapat menghambat terjadinya bleeding. Bleeding dapat diukur berdasarkan pengujian ASTM 232.


Waktu Pengikatan Beton

Waktu pengikatan beton diukur dengan menggunakan alat Penetration Needles. Pada umumnya pengukuran ini bertujuan untuk mengetahui efek dari beberapa variabel seperti merk semen, type semen, faktor air semen, bahan tambahan terhadap waktu pengikatan beton.

Segregasi

Segregasi adalah pemisahan butiran dari adukan beton sehingga distribusi agregatnya menjadi tidak merata. Segregasi dibedakan menjadi dua jenis:

1. Internal Segregasi

Bentuk segregasi ini terjadi apabila sebagian agregat yang lebih besar berkumpul dibagian atas atau dibagian bawah adukan beton pada saat pemadatan berlangsung.

2. Eksternal Segregasi

Bentuk segregasi ini terjadi akibat pengaruh luar biasanya sebelum dilakukan pemadatan atau pada saat adukan beton dituangkan, terjadi segregasi pada tumpukan adukan. Disini agregat yang lebih kasar cenderung untuk memisahkan diri dari tumpukan adukan.

Untuk mencegah timbulnya segregasi maka adukan beton harus dipadatkan dengan baik, disamping itu gradasi agregat yang tidak sesuai dengan standar dapat mempengaruhi terjadinya segregasi.

Share this:

Disqus Comments