Sedangkan rumah gilapan, memakai papan pendek, tetapi lebar dan disambung di bagian tengah. Rumah Besemah dapat diitemukan di wilayah kota Pagaralam, salah satu wilayah administratif masyarakat Basemah. Di wilayah Pagaralam tersebut terdapat satu kampung yang bernaman kampung Pelang Kenidai, dimana hunian penduduknya rata-rata sama, yaitu rumah Besemah. Masyarakat yang mendiami kampung tersebut yaitu berasal dari suku bangsa semidang.
Nama tersebut diberikan karena suku dan perkampungan ini dibentuk oleh Serunting Sakti (nama lain dari tokoh legenda, Si Pahit Lidah). Karena Serunting Sakti, yang singgah dan akhirnya bermukim di tempat itu merupakan seorang pengembara atau pengelana, maka komunitas yang dibentuknya pun dinamakan Semidang (sang pengembara). Terdapat motif dan ukuran di dalam rumah Besemah.
Pada bagian dinding rumah Besemah paduan tatahan berukir. Ukiran ini memiliki arti tersendiri, sesuai dengan rancangan leluhur. Ukiran berbentuk bulat, dengan bermacam ragam hias, tetapi memusat, terdapat di dua bagian, yaitu pintu dan satu sisi dinding. Ukiran ini dikenal sebagai Kencane Manda Luke. Ragam hias ukiran itu harus memusat ke tengah dan bagian tengah ini berlubang.
Keberadaan lubang ini, sering diartikan sebagai lubang intip. Tujuan mengintip pada bagian ini adalah untuk mengetahui siapa tamu yang datang. Hal ini berkaitan erat dengan etika pergaulan. Misalnya tamu yang datang adala lelaki, maka setelah mengintip yang menerimanya kepala keluarga.
Jika tamunya perempuan, yang menerima “nyonya rumah”. Sedangkan makna filosifi kencana manda luke adalah menyatakan kesatuan marga. Lingkaran besar, dengan stilisasi ragam motif di tengahnya, menggambarkan penghargaan masyarakat Besemah kepada perbedaan yang ada di dalam masyarakat, ini mengacu kepada ke-bhinekaan.
Sebagai sebuah kesatuan ukiran, motif ini juga menggambarkan kebesaran dan keesaan Tuhan. Motif utama lain yang terdapat pada rumah Besemah adalah ipang bajik, maksudnya irisan wajik (penganan berbahan ketan dan gula merah).
Kesatuan potongan ukiran ini membentuk motif di bagian sudut rumah. Motif ukiran ini tidak berdiri sendiri, tetapi dengan motif bunga kecubung, melati, tanaman paku (pakis), dan sulur .
Rumah Besemah juga tahan akan gempa. Setiap terjadi gempa bumi, tidak satu pun rumah Besemah di kota Pagaralam mengalami kerusakan, baik itu ambruk, maupun rusak sebagian kecil.Hal ini dimungkinkan oleh pemakaian sistem ikat untuk penyatuan bagian-bagiannya.
Demikian pula penggunaan aking untuk tapak tiang. Karena tiang-tiang pada rumah Besemah tidak ditanam di tanah, tetapi “menggantung” di atas, goyangan gempa hanya membuat rumah itu berayun. Sistem konstruksi yang merupakan warisan nenek moyang masyarakat Besemah ini adalah bagian dari kearifan lokal yang dipakai warga di daerah itu hingga saat ini.
Seperti penghargaan terhadap kebhinekaan yang tecermin dari kencane manda luke, merupakan keseharian yang terpisahkan dari sifat orang Besemah. Dalam perspektif adat, pandangan yang demikian dikenal sebagai beganti.
Ini kemudian menurun menjadi semacam sifat orang-orang di daerah itu terhadap siapa saja yang berinteraksi dengan mereka. Semacam solidaritas, toleransi yang bermakna lebih tinggi dan dalam. Pada tataran ini, siapa pun yang berinteraksi dengan mereka, dianggap sebagai saudara, keluarga.
Orang-orang yang telah di-angkan (dianggap, diangkat) sebagai bagian dari keluarga ini akan mendapat perlakuan yang sama dengan anggota masyarakat lainnya dan mendapat perlindungan yang besar dari komunitas tempatnya bergaul.
Sistem kekerabatan serupa ini, juga tergambar dari bagian dalam rumah. Pada awalnya, rumah Besemah hanya memiliki satu ruang, tanpa sekat. Saat ini, sebagian pemilik rumah sudah membuat kamar dan ruang tersendiri.
Ruang terbuka ini merupakan cerminan sifat dan sikap masyarakat Besemah yang sangat terbuka dengan orang di luar komunitas mereka.
Pada bagian tengah rumah, terdapat semacam balok yang “memisahkan” ruang, sehingga posisinya lebih tinggi dari lantai. Bagian tengah rumah berfungsi pada saat tuan rumah menggelar acara adat.
Bagian ini sesungguhnya menjadi semacam penanda kekerabatan. Tuan rumah bersama istri, ana-anak, saudara kandung dan ipar, duduk pada posisi tertentu. Dengan posisi itu, para tamu dapat langsung mengenali urutan kakak adik atau ipar yang duduk dalam posisi itu.