-->

Rencong Senjata Tradisional Aceh Sebagai Simbol Keberanian

Rencong Senjata Tradisional Aceh Sebagai Simbol Keberanian

Rencong merupakan senjata tradisional yang dimiliki oleh Suku Aceh. Rencong merupakan simbol identitas diri, keberanian, dan ketangguhan.


Bagi siapa saja yang memegang senjata akan merasa lebih berani di dalam menghadapi musuh. Pada masa sekarang, senjata ini memang sudah tidak begitu relevan untuk digunakan sebagai senjata penyerang. Namum demikian, senjata ini masih relevan sebagai sebuah simbolisasi dari keberanian, ketangguhan, dan kejantanan dari masyarakat Aceh.
Rencong digunakan pada beberapa upacara seperti pernikahan, Meugang, Peusijuk, Tung Dara Baro (Mengunduh Mantu), dan dalam setiap acara penting lainnya. Pemakaian benda ini lebih mengarah kepada simbolisasi dari keberanian dari seorang lelaki dalam memimpin keluarga setelah menikah.


Menurut sejarah, Rencong merupakan senjata tradisional yang digunakan di Kesultanan Aceh sejak masa pemerintahan Sultan Ali Mughayat Syah yang merupakan Sultan Aceh yang pertama.

Kedudukan Rencong di Kesultanan Aceh sangatlah penting, Rencong selalu diselipkan di pinggang Sultan Aceh, selain itu para Ulee Balang dan masyarakat biasa juga menggunakan Rencong. Rencong emas milik Sultan Aceh dapat kita jumpai di Museum Sejarah Aceh, dari bukti sejarah tersebut dapat disimpulkan bahwa Rencong memang sudah terlahir sejak masa Kesultanan Aceh namun pembuat pertamanya sampai saat ini belum diketahui.

Rencong memiliki berbagai tingkatan, untuk Sultan terbuat dari emas yang berukirkan sekutip ayat-ayat suci Al-Qur'an, sedangkan Rencong lainnya biasanya terbuat dari perak, kuningan, besi putih, kayu dan gading.

Masyarakat Aceh menghubungkan kekuatan mistik dengan senjata Rencong. Rencong masih digunakan dan dipakai sebagai atribut busana di dalam setiap upacara-upacara adat Aceh. Masyarakat Aceh mempercayai bahwa bentuk dari Rencong mewakili simbol dari Bismillah dalam kepercayaan Agama Islam.

Karena sejarah dan kepopuleran Rencong, maka masyarakat dunia menjuluki Aceh sebagai "Tanah Rencong"

Saat ini Rencong telah diusulkan menjadi Warisan Karya Budaya Dunia UNESCO oleh Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Aceh.

Rencong merupakan perwujudan dari kata basmallah, bismillah. Jadi, rencong bukan sekedar senjata tajam tanpa makna. Rencong adalah simbol keberanian dan kegagahan ureueng Aceh.Benda ini memaknai keberadaan ajaran agama Islam dalam masyarakat Aceh. Islam tidak hanya sebuah ajaran tentang hubungan manusia dan Tuhan, tetapi juga telah merasuk dalam jiwa kehidupan masyarakat, baik perilaku maupun pikiran masyarakat. Untuk itu, gagasan tentang Islam pun masuk dalam kerangka pikir masyarakat Aceh dalam berperang melalui senjata yang mereka pakai.

Selain itu, rencong juga dapat dipakai sebagai identitas dari keberadaan ureueng Aceh. Bagi masyarakat luar Aceh yang melihat keberadaan rencong tentunya merasakan aura unik dan menarik. Walaupun hanya sebilah senjata yang tidak besar, tetapi dengan senjata ini pula rakyat Aceh berani melawan kolonialis dan imperialis dari negara Eropa, seperti Belanda dan Portugis dan juga Jepang yang memiliki persenjataan lebih besar dan canggih. Nuansa heroik terpancar di wajah-wajah ureueng Aceh yang mengenakan rencong di pinggangnya.

Perhatikanlah foto-foto jaman dahulu, banyak ditampilkan seorang laki-laki Aceh dengan rencong di pinggangnya. Bagi siapa saja yang memegang senjata akan merasa lebih berani di dalam menghadapi musuh. Pada masa sekarang, senjata ini memang sudah tidak begitu relevan untuk digunakan sebagai senjata penyerang. Namum demikian, senjata ini masih relevan sebagai sebuah simbolisasi dari keberanian, ketangguhan, dan kejantanan dari masyarakat Aceh.

Untuk itu, pada beberapa upacara (seperti upacara pernikahan) rencong dipakai. Pemakaian benda ini lebih mengarah kepada simbolisasi dari keberanian dari seorang lelaki dalam memimpin keluarga setelah menikah.

Masyarakat Aceh mengenal empat macam rencong, yaitu pertama reuncong Meucugek. Disebut rencong meucugek karena pada gagang rencong tersebut terdapat suatu bentuk panahan dan perekat yang dalam istilah Aceh disebut cugek atau meucugek Cugek ini diperlukan untuk mudah dipegang dan tidak mudah lepas waktu menikam ke badan lawan atau musuh.

Kedua, Reuncong Meupucok memiliki pucuk di atas gagangnya yang terbuat dari ukiran logam yang pada umumnya dari emas. Gagang dari rencong meupucok ini kelihatan agak kecil pada gagang atau pegangan pada bagian bawahnya. Namun semakin ke ujung gagang ini semakin membesar. Jenis rencong semacam ini digunakan untuk hiasan atau sebagai alat perhiasan. Biasanya, rencong ini dipakai pada upacara-upacara resmi yang berhubungan dengan masalah adat dan kesenian. Ukiran yang terdapat pada gagang rencong bermacam-macam bentuknya, ada yang menyerupai bunga mawar, kembang daun dan lainnya tergantung kepada selera pemakai.

Ketiga, Reuncong Pudoi. Istilah pudoi dalam masyarakat Aceh adalah sesuatu yang dianggap masih kekurangan, atau masih ada yang belum sempurna. Gagang rencong ini hanya lurus saja dan pendek sekali. Jadi, yang dimaksud pudoi atau yang belum sempurna adalah pada bentuk gagang rencong tersebut. Keempat, Reuncong Meukuree.

Perbedaan rencong meukuree dengan jenis rencong lain adalah pada mata rencong. Mata rencong diberi hiasan tertentu seperti gambar ular, lipan, bunga dan lainnya. Gambar-gambar tersebut oleh pandai besi ditafsirkan dengan bermacam-macam kelebihan dan keistimewaan. Rencong yang disimpan lama maka pada mulanya akan terbentuk sejenis arit atau bentuk yang disebut kuree. Semakin lama atau semakin tua usia sebuah rencong makin banyak pula kuree yang terdapat pada mata rencong yang bersangkutan. Kuree ini dianggap mempunyai kekuatan magis (T. Syamsuddin dan Nur Abbas, 1981: 7-12).

Selain rencong yang telah disebutkan tersebut, kita mengenal senjata yang mirip dengan rencong. Benda ini disebut dengan Siwaih. Senjata ini sejenis dengan rencong yang juga merupakan senjata untuk menyerang. Bentuknya hampir sama dengan rencong tetapi siwaih ukurannya (baik besar maupun panjang) melebihi dari pada rencong. Siwaih sangat langka ditemui, selain harganya yang mahal, juga merupakan bahagian dari perlengkapan raja-raja atau ulebalang-ulebalang.

Share this:

Disqus Comments