Teori perilaku disebut juga dengan teori sosial dan merupakan sanggahan terhadap teori great man. Pemimpin itu harus disiapkan, dididik dan dibentuk tidak dilahirkan begitu saja (leaders are made, not born). Setiap orang bisa menjadi pemimpin, melalui usaha penyiapan dan pendidikan serta dorongan oleh kemauan sendiri.
Teori ini tidak menekankan pada sifat-sifat atau kualitas yang harus dimiliki seorang pemimpin tetapi memusatkan pada bagaimana cara aktual pemimpin berperilaku dalam mempengaruhi orang lain dan hal ini dipengaruhi oleh gaya kepemimpinan masing-masing. Dasar pemikiran pada teori ini adalah kepemimpinan merupakan perilaku seorang individu ketika melakukan kegiatan pengarahan suatu kelompok ke arah pencapaian tujuan.
Teori ini memandang bahwa kepemimpinan dapat dipelajari dari pola tingkah laku, dan bukan dari sifat-sifat (traits) seorang pemimpin. Alasannya sifat seseorang relatif sukar untuk diidentifikasikan.
Beberapa pandangan para ahli, antara lain James Owen (1973) berkeyakinan bahwa perilaku dapat dipelajari. Hal ini berarti bahwa orang yang dilatih dalam perilaku kepemimpinan yang tepat akan dapat memimpin secara efektif. Namun demikian hasil penelitian telah membuktikan bahwa perilaku kepemimpinan yang cocok dalam satu situasi belum tentu sesuai dengan situasi yang lain.
Akan tetapi, perilaku kepemimpinan ini keefektifannya bergantung pada banyak variabel. Robert F. Bales (Stoner, 1986) mengemukakan hasil penelitian, bahwa kebanyakan kelompok yang efektif mempunyai bentuk kepemimpinan terbagi (shared leadership), seumpama satu orang menjalankan fungsi tugas dan anggota lainnya melaksanakan fungsi sosial. Pembagian fungsi ini karena perhatian seseorang akan terfokus pada satu peran dan mengorbankan peran lainnya.
Dalam hal ini, pemimpin mempunyai deskripsi perilaku:
a. Konsiderasi dan struktur inisiasi
Perilaku seorang pemimpin yang cenderung mementingkan bawahan memiliki ciri-ciri ramah tamah, mau berkonsultasi, mendukung, membela, mendengarkan, menerima usul dan memikirkan kesejahteraan bawahan serta memperlakukannya setingkat dirinya. Disamping itu, terdapat kecenderungan perilaku pemimpin yang lebih mementingkan tugas orientasi.
b. Berorientasi kepada bawahan dan produksi
Perilaku pemimpin yang berorientasi yang berorientasi kepada bawahannya ditandai oleh penekanan pada hubungan atasan-bawahan, perhatian pribadi pemimpin pada pemuasan kebutuhan bawahan serta menerima perbedaan kepribadian, kemampuan dan perilaku bawahan. Sedangkan perilaku pemimpin yang berorientasi pada produksi memiliki kecenderungan penekanan pada segi teknis pekerjaan, pengutamaan penyelenggaraan dan penyelesaian tugas serta pencapaian tujuan.
Pada sisi lain, perilaku pemimpin menurut model leadership continuum pada dasarnya ada dua yaitu berorientasi kepada pemimpin dan bawahannya.
Sedangkan berdasarkan model grafik kepemimpinan, perilaku setiap seorang pemimpin dapat diukur melalui dua dimensi yaitu perhatiannya terhadap hasil atau tugas dan terhadap bawahan atau hubungan kerja. Stoner (1978) mengungkapkan bahwa kecenderungan perilaku pemimpin pada hakikatnya tidak dapat dilepaskan dari masalah fungsi dan gaya kepemimpinan.
Selain itu, pada teori ini seorang pemimpin yang baik adalah bagaimana seorang pemimpin memiliki perhatian yang tinggi terhadap bawahan dan terhadap hasil yang tinggi juga.
Bagaimana seorang pemimpin berperilaku akan dipengaruhi oleh latar belakang pengetahuan, nilai-nilai, dan pengalaman mereka (kekuatan pada diri pemimpin).
Sebagai contoh, pimpinan yang yakin bahwa kebutuhan perorangan harus dinomorduakan daripada kebutuhan organisasi, mungkin akan mengambil peran yang sangat direktif (peran perintah) dalam kegiatan para bawahannya. Demikian pula seorang bawahan perlu dipertimbangkan sebelum pimpinan memilih gaya yang cocok atau sesuai.