Gurindam ini adalah murni pengaruh dari Islam, pada akhir abad ke-16 hingga abad ke-17 Masehi, pengaruh sastra dan budaya Islam baru tampak dalam pergumulan sastra Melayu. Dalam sastra Melayu, Islam diterima sebagai unsur yang memperkaya (mendimanisir), serta mengangkat derajat sastra Melayu menjadi cukup canggih.
Maka, dalam perkembangan yang selanjutnya terjadi integrasi yang kukuh antara tradisi sastra budaya Melayu dan Islam, laksana pinang dibelah dua. Yakni Islam yang sudah mencakup didalamnya Melayu dan sebaliknya. Keduanya laksana dua permukaan dari satu mata uang . Padahal sebenarnya pengaruh Islam jauh sebelumnya sudah masuk di Nusantara ini. Terlihat dari pemakaian huruf Arab Melayu pada akhir abad ke-7.
Kenyataan ini didukung oleh pula dengan adanya sumber yang lainnya seperti di Palembang pada tahun 686 sudah terdapat prasasti di atas batu bertulis huruf arab Melayu. Dari bukti-bukti yang disebutkan tadi, maka jelaslah bahwa sebenarnya karya sastra Melayu, perutama pada karya lisan tidak pernah dipengaruhi oleh unsur Budha atau Hindhu, ia hanya dipengaruhi oleh unsur Islam semata.
Penomena ini terlihat dari karya puisi yang lebih banyak mengacu pada puitika Arab, karya sastra Melayu lebih banyak berjenis puisi. Hal ini disebabkan karena ada anggapan bahwa membuat karakter (pelaku) fiksi dikegorikan hukum haram, karena dianggab sama dengan membuat patung.
Gurindam duabelas dilihat dari struktur dan batang tubuhnya maka karya ini terdiri dari tiga bagian yaitu; yang pertama, adalah pembukaan yang berisi tentang puji-pujian pada Tuhan dan shalawat atas Nabi Muhammad saw, juga menerangkan waktu saat Gurindam duabelas ini mulai ditulis.
Pada bagian pertama ini juga memuat tentang pengertian dan makna dari isi Gurindam Duabelas. Bagian yang kedua, adalah memuat isi dari Gurindam Duabelas, yang terdiri dari duabelas fasal. Masing-masing fasal terdiri dari lima sampai dengan sebelas bait. Yang semuanya berjumlah delapan puluh tiga bait dan seratus enam puluh enam baris.
Isi dari Gurindam dua belas, jelas terlihat bagaimana Raja Ali Hji memberikan tentang banyak hal. Khususnya pada aspek pendidikan moral dan ahlak. Dari masalah keimanan sampai bagaimana layaknya seorang pemimpin dengan tanggungjawabnya yang dipikulkan di atas pundaknya. Dari pasal demi pasal dapat diklasifikasikan masing-masing persoalan yang disampaikan oleh Raja Ali Haji.
Namun secara umum pada hakekatnya ada dua konsep umum yang ingin disampaikan oleh Gurindam dua belas, yaitu hablumminallah dan hablumminnass, yaitu konsep vertikal bagaimana berhubungan dengan kholiq (sang pencipta) dan konsep horisontal, bagaimana berhubungan dengan sesama manusia.
Konsep vertikal ini dapat dilihat pada pasal satu dan pasal dua. Sedangkan dari pasal tiga sampai dengan pasal yang kedua belas menyangkut tentang konsep horinsontal.
Dengan demikian Gurindam ternyata menitik beratkan kepada pesan-pesannya pada realitas kehidupan manusia sebagai manusia itu sendiri dan manusia dalam konteksnya dengan manusia yang lainnya. Tentunya berpedoman kepada nilai-nilai transendental yang termuat pada pasal satu dan pasal dua dari Gurindam dua belas.
Kemudian masing-masing pasal mempunyai karakteristik dan keistimewaannya masing-masing. Sebagaimana telah disampaikan pada bab yang awal, bahwa hampir setiap karya dari Raja Ali Haji, sangatlah bernuansa religius dan penuh dengan semangat dan cakrawala tasawuf, tidak terkecuali Gurindam dua belas.
Maka dalam pembahasan konsep pemikiran dari Raja Ali Haji ini tentu akan diwarnai oleh referensi-referensi yang bernuansa agama, dan tentu saja dengan tidak meninggalkan referensi-referensi yang dianggap sekuler. Juga dilengkapi dengan beberapa hasil wawancara sebagai pelengkap dari analisa data yang tertulis.
Seperti dicontohkan pada pasal yang pertama pada bait yang kedua, disebutkan pada pasal tersebut: Barang siapa yang mengenal empat maka ia itulah yang akan ma'rifat. Makna yang terkandung pada bait tersebut sangatlah dalam artinya.
Para ahli agama menyebutkan bahwa seorang manusia khususnya orang Islam (baik muslimin ataupun muslimah) didalam proses kehidupannya haruslah dari hari ke hari haruslah menjadi lebih baik dan seharusnyalah ada peningkatan dalam tatarannya, sehingga ia nantinya akan dikategorikan menjadi orang yang sempurna hidupnya.
Dimana hal ini menjadi impian setiap manusia di seluruh pelosok penjuru dunia. Untuk menuju kesempuranaan itu seorang manusia harus melalui proses tahapan yaitu:
- Syareat: seorang manusia itu harus mempunyai pengetahuan ajaran tentang hukum-hukum agama Islam.
- Tarekat (tarekoh): suatu jalan yang harus dilalui oleh seorang manusia yang mau tidak mau harus dilalui, sesuai dengan hukum alam dan tataran seseorang didalam mencapai.
- Ma'rifat: tahu akan hukum-hukum tentang ketuhanan.
- Hakekat: menjadi manusia yang kamil (manusia yang sempurna) dan mumpuni termasuk didalamnya tidak pernah berbuat salah, berbuat keliru, dimana hal ini hanya dapatlah dicapai oleh para aulia atau para wali.
Gurindam Dua Belas
Pasal 1
Barang siapa tiada memegang agama,Sekali-kali tiada boleh dibilangkan nama.
Barang siapa mengenal yang empat,
Maka ia itulah orang yang ma’rifat
Barang siapa mengenal Allah,
Suruh dan tegahnya tiada ia menyalah.
Barang siapa mengenal diri,
Maka telah mengenal akan Tuhan yang bahri.
Barang siapa mengenal dunia,
Tahulah ia barang yang teperdaya.
Barang siapa mengenal akhirat,
Tahulah ia dunia mudarat.
Pasal 2
Barang siapa mengenal yang tersebut,Tahulah ia makna takut.
Barang siapa meninggalkan sembahyang,
Seperti rumah tiada bertiang.
Barang siapa meninggalkan puasa,
Tidaklah mendapat dua termasa.
Barang siapa meninggalkan zakat,
Tiadalah hartanya beroleh berkat.
Barang siapa meninggalkan haji,
Tiadalah ia menyempurnakan janji.
Pasal 3
Apabila terpelihara mata,Sedikitlah cita-cita.
Apabila terpelihara kuping,
Khabar yang jahat tiadaiah damping.
Apabila terpelihara lidah,
Niscaya dapat daripadanya paedah.
Bersungguh-sungguh engkau memeliharakan tangan,
Daripada segala berat dan ringan.
Apabila perut terlalu penuh,
Keluarlah fi’il yang tiada senonoh.
Anggota tengah hendaklah ingat,
Di situlah banyak orang yang hilang semangat
Hendaklah peliharakan kaki,
Daripada berjaian yang membawa rugi.
Pasal 4
Hati itu kerajaan di daiam tubuh,Jikalau zalim segala anggotapun rubuh.
Apabila dengki sudah bertanah,
Datanglah daripadanya beberapa anak panah.
Mengumpat dan memuji hendaklah pikir,
Di situlah banyak orang yang tergelincir.
Pekerjaan marah jangan dibela,
Nanti hilang akal di kepala.
Jika sedikitpun berbuat bohong,
Boleh diumpamakan mulutnya itu pekung.
Tanda orang yang amat celaka,
Aib dirinya tiada ia sangka.
Bakhil jangan diberi singgah,
Itulah perampok yang amat gagah.
Barang siapa yang sudah besar,
Janganlah kelakuannya membuat kasar.
Barang siapa perkataan kotor,
Mulutnya itu umpama ketor.
Di mana tahu salah diri,
Jika tidak orang lain yang berperi.
Pekerjaan takbur jangan direpih
Sebelum mati didapat juga perih
Pasal 5
Jika hendak mengenai orang berbangsa,Lihat kepada budi dan bahasa,
Jika hendak mengenal orang yang berbahagia,
Sangat memeliharakan yang sia-sia.
Jika hendak mengenal orang mulia,
Lihatlah kepada kelakuan dia.
Jika hendak mengenal orang yang berilmu,
Bertanya dan belajar tiadalah jemu.
Jika hendak mengenal orang yang berakal,
Di dalam dunia mengambil bekal.
Jika hendak mengenal orang yang baik perangai,
Lihat pada ketika bercampur dengan orang ramai.
Pasal 6
Cahari olehmu akan sahabat,Yang boleh dijadikan obat.
Cahari olehmu akan guru,
Yang boleh tahukan tiap seteru.
Cahari olehmu akan isteri,
Yang boleh dimenyerahkan diri.
Cahari olehmu akan kawan,
Pilih segala orang yang setiawan.
Cahari olehmu akan ‘abdi,
Yang ada baik sedikit budi,
Pasal 7
Apabila banyak berkata-kata,Di situlah jalan masuk dusta.
Apabila banyak berlebih-lebihan suka,
Itulah landa hampirkan duka.
Apabila kita kurang siasat,
Itulah tanda pekerjaan hendak sesat.
Apabila anak tidak dilatih,
Jika besar bapanya letih.
Apabila banyak mencela orang,
Itulah tanda dirinya kurang.
Apabila orang yang banyak tidur,
Sia-sia sahajalah umur.
Apabila mendengar akan khabar,
Menerimanya itu hendaklah sabar.
Apabila menengar akan aduan,
Membicarakannya itu hendaklah cemburuan.
Apabila perkataan yang lemah-lembut,
Lekaslah segala orang mengikut.
Apabila perkataan yang amat kasar,
Lekaslah orang sekalian gusar.
Apabila pekerjaan yang amat benar,
Tidak boleh orang berbuat honar.
Pasal 8
Barang siapa khianat akan dirinya,Apalagi kepada lainnya.
Kepada dirinya ia aniaya,
Orang itu jangan engkau percaya.
Lidah yang suka membenarkan dirinya,
Daripada yang lain dapat kesalahannya.
Daripada memuji diri hendaklah sabar,
Biar dan pada orang datangnya khabar.
Orang yang suka menampakkan jasa,
Setengah daripada syirik mengaku kuasa.
Kejahatan diri sembunyikan,
Kebaikan diri diamkan.
Keaiban orang jangan dibuka,
Keaiban diri hendaklah sangka.
Pasal 9
Tahu pekerjaan tak baik, tetapi dikerjakan,Bukannya manusia yaituiah syaitan.
Kejahatan seorang perempuan tua,
Itulah iblis punya penggawa.
Kepada segaia hamba-hamba raja,
Di situlah syaitan tempatnya manja.
Kebanyakan orang yang muda-muda,
Di situlah syaitan tempat bergoda.
Perkumpulan laki-laki dengan perempuan,
Di situlah syaitan punya jamuan.
Adapun orang tua yang hemat,
Syaitan tak suka membuat sahabat
Jika orang muda kuat berguru,
Dengan syaitan jadi berseteru.
Pasal 10
Dengan bapa jangan durhaka,Supaya Allah tidak murka.
Dengan ibu hendaklah hormat,
Supaya badan dapat selamat.
Dengan anak janganlah lalai,
Supaya boleh naik ke tengah balai.
Dengan istri dan gundik janganlah alpa
Supaya kemaluan jangan menerpa
Dengan kawan hendaklah adil,
Supaya tangannya jadi kapil.
Pasal 11
Hendaklah berjasa,Kepada yang sebangsa.
Hendaklah jadi kepala,
Buang perangai yang cela.
Hendaklah memegang amanat,
Buanglah khianat.
Hendak marah,
Dahulukan hujjah.
Hendak dimalui,
Jangan memalui.
Hendak ramai,
Murahkan perangai.
Pasal 12
Raja mufakat dengan menteri,Seperti kebun berpagarkan duri.
Betul hati kepada raja,
Tanda jadi sebarang kerja.
Hukum ‘adil atas rakyat,
Tanda raja beroleh ‘inayat.
Kasihkan orang yang berilmu,
Tanda rahmat atas dirimu.
Hormat akan orang yang pandai,
Tanda mengenal kasa dan cindai.
Ingatkan dirinya mati,
Itulah asal berbuat bakti.
Akhirat itu terlalu nyata,
Kepada hati yang tidak buta.
Keterangan:
Bakhil: kikir atau pelit
Balai: rumah tempat menanti raja (di antara kediaman raja-raja)
Bachri: hal mengenai lautan (luas)
Berperi: berkata-kata
Cindai: kain sutra yang berbunga-bunga
Damping: dekat, karib, atau akrab
Fi’il: tingkah laku, perbuatan
Hujjah: tanda, bukti, atau alasan
Inayat: pertolongan atau bantuan
Kafill: majikan atau orang yang menanggung kerja
Kasa: kain putih yang halus
Ketor: tempat ludah (ketika makan sirih), peludahan
Ma’rifat: tingkat penyerahan diri kepada Tuhan yang setahap demi setahap sampai pada tingkat keyakinan yang kuat
Menyalah: melakukan kesalahan
Mudarat: sesuatu yang tidak menguntungkan atau tidak berguna
Pekong: (pekung) penyakit kulit yang berbau busuk
Penggawa: kepala pasukan, kepala desa
Perangai: sifat batin manusia yang mempengaruhi segenap pikiran dan perbuatan
Senonoh: perkataan, perbuatan, atau penampilan yang tidak patut (tidak sopan)
Tegah: menghentikan
Teperdaya: tertipu
Termasa: tamasya.