Saat itu, pacu kude diselenggarakan saat luah berume atau lues belang (setelah panen padi).
Sebelum orang Gayo mengenal sarana transportasi moderen, kuda memiliki peran penting dalam banyak hal di Gayo terutama sebagai sarana transportasi barang dan manusia serta kegiatan olah tanah di sawah.
Versi lainnya, pacu kude adalah kegiatan mengisi waktu luang para pemuda setelah munoling (panen padi) khususnya di Bintang.
Kuda-kuda yang berkeliaran saat Lues Belang ditangkap dengan opoh kerung (kain sarung) dan di pacu.
Tradisi ini tanpa disadari dijadikan acara tetap mulai tahun 1930 yang melibatkan kuda-kuda serta joki dari beberapa kampung.
Masyarakat Kabupaten Aceh Tengah, memiliki tradisi unik menyambut hari kemerdekaan, yakni lomba pacuan kuda tradisional dengan joki tanpa menggunakan pelana.
Tradisi yang oleh masyarakat setempat disebut "Pacu Kude" ini menjadi atraksi yang mampu menyedot puluhan ribu penonton.