A. Sejarah Penemuan Bhinneka Tunggal lka
Sesanti atau semboyan Bhinneka Tunggal lka diungkapkan pertama kali oleh Mpu Tantular, pujangga agung kerajaan Majapahit yang hidup pada masa pemerintahan Raja Hayamwuruk pada abad XIV (1350-1389).
Sesanti tersebut terdapat dalam karyanya, kakawin Sutasoma yang berbunyi "Bhinna ika tunggal ika, tan hana dharma mangrwa" yang artinya, "Berbeda-beda, tak ada pengabdian yang mendua" Kutipan tersebut berasal dari pupuh 139, bait 5, kekawin Sutasoma.
Semboyan yang kemudian dijadikan prinsip dalam kehidupan dalam pemerintahan kerajaan Majapahit itu mengantisipasi adanya keanekaragaman agama yang dipeluk oleh rakyat Majapahit pada waktu itu. Meskipun mereka berbeda agama, mereka tetap satu pengabdian.
Sasanti yang merupakan karya Mpu Tantular diharapkan dijadikan acuan bagi rakyat Majapahit dalam berdharma, sedangkan oleh bangsa Indonesia dijadikan semboyan dan pegangan bangsa dalam membawa diri dalam hidup berbangsa dan bernegara.
B. Landasan Hukum Bhinneka Tunggal lka
Pada 1951 semboyan Bhinneka Tunggal lka ditetapkan oleh pemerintah Indonesia sebagai semboyan resmi Negara Republik Indonesia dengan Peraturan Pemerintah No. 66 Tahun 1951.
Peraturan Pemerintah No. 66 Tahun 1951 menyatakan bahwa: Sejak 17 Agustus 1950, Bhinneka Tunggal lka sebagai semboyan yang terdapat dalam Lambang Negara Republik Indonesia, Garuda Pancasila. Kata bhinna ika kemudian dirangkai menjadi satu kata bhinneka.
Pada perubahan UUD 1945 yang kedua, Bhinneka Tunggal lka dikukuhkan sebagai semboyan resmi yang terdapat dalam lambang negara, dan tercantum dalam pasal 36A UUD 1945.
Seperti halnya Pancasila, istilah Bhinneka Tunggal lka juga tidak tertera dalam UUD 1945 (asli), namun esensinya terdapat di dalamnya. Sebagai contoh:
- Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) sebagai penjelmaan seluruh rakyat Indonesia, terdiri atas anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), ditambah dengan utusan-utusan dari daerahdaerah dan golongan-golongan.
- Penjelasan UUD 1945 yang menyatakan: Di daerah yang bersifat otonom, akan diadakan badan perwakilan daerah, oleh karena di daerah pun pemerintahan akan bersendi atas dasar permusyawaratan. Dalam teritori negara Indonesia terdapat lebih kurang 250 zelfbesturende Jandschappen dan voksgemeenschappen. Daerah-daerah itu mempunyai susunan asli, dan oleh karenanya dapat dianggap sebagai daerah yang bersifat istimewa.
Makna dari contoh di atas adalah dalam menyelenggarakan kehidupan kenegaraan perlu ditampung keanekaragaman atau kemajemukan bangsa dalam satu wadah, yaitu Negara Kesatuan Republik Indonesia.
C. Lambang Negara Indonesia
Dalam Konstitusi RIS dan UUDS 1950, Pasal 3 Ayat (3) menentukan perlunya ditetapkan lambang negara oleh pemerintah. Sebagai tindak lanjut dari pasal tersebut, terbit Peraturan Pemerintah No. 66 tahun 1951 tentang Lambang Negara.
Baru setelah diadakan amandemen UUD 1945, dalam pasal 36A menyebutkan bahwa lambang negara ialah Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal lka.
Pasal 1 Peraturan Pemerintah No. 66 tahun 1951, menyebutkan lambang negara terdiri atas tiga bagian, yaitu:
- Burung Garuda yang menengok dengan kepala lurus ke sebelah kanannya.
- Perisai berupa jantung yang digantung dengan rantai pada leher Garuda.
- Semboyan yang ditulis di atas pita yang dicengkeram oleh Garuda. Di atas pita, tertulis dengan huruf latin sebuah semboyan dalam bahasa Jawa Kuno yang berbunyi "Bhinneka Tunggal lka"
Bhinneka Tunggal lka tidak dapat dipisahkan dari Hari Kemerdekaan Bangsa Indonesia dan Dasar Negara Pancasila. Hal ini sesuai dengan komponen yang terdapat dalam Lambang Negara Indonesia.
D. Konsep Dasar Bhinneka Tunggal lka
Bhinneka Tunggal lka merupakan semboyan yang merupakan kesepakatan bangsa yang ditetapkan dalam UUD-nya. Oleh karena itu, untuk dapat dijadikan acuan secara tepat dalam hidup berbangsa dan bernegara, makna Bhinneka Tunggal lka perlu dipahami secara tepat dan benar untuk selanjutnya dipahami cara untuk mengimplementasikan secara tepat dan benar pula.
Dalam menerapkan Bhinneka Tunggal lka di kehidupan bangsa Indonesia, perlu mengacu pada prinsip yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 yaitu mengutamakan kepentingan bangsa, bukan kepentingan individu. Berikut isi dalam Pembukaan UUD 1945:
- Sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa.
- Kemerdekaan yang dinyatakan oleh bangsa Indonesia supaya rakyat dapat berkehidupan kebangsaan yang bebas.
- Salah satu misi negara Indonesia untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.
- Salah satu dasar negara Indonesia adalah Persatuan Indonesia yang merupakan wawasan kebangsaan.
- lngin diwujudkan dengan berdirinya negara Indonesia yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Dari isi dalam Pembukaan UUD 1945 tersebut, jelas bahwa prinsip kebangsaan mewarnai kehidupan berbangsa dan bernegara bagi bangsa Indonesia. lstilah individu atau konsep individualisme tidak terdapat dalam Pembukaan UUD 1945. Dengan kata lain, Bhinneka Tunggal lka yang diterapkan di Indonesia tidak berdasar pada individualisme dan liberalisme.
E. Prinsip Bhinneka Tunggal lka
Prinsip Bhinneka Tunggal lka, yaitu Asas yang mengakui adanya kemajemukan bangsa dilihat dari segi agama, keyakinan, suku bangsa, adat budaya, keadaan daerah, dan ras.
Beberapa cara menyikapi kemajemukan di antaranya adalah:
- Kemajemukan dihormati dan dihargai serta didudukkan dalam suatu prinsip yang dapat mengikat keanekaragaman tersebut dalam kesatuan yang kokoh.
- Kemajemukan bukan dikembangkan dan didorong menjadi faktor pemecah bangsa, tetapi kekuatan yang dimiliki oleh masing-masing komponen bangsa.
- Kemajemukan diikat secara sinergi menjadi kekuatan yang luar biasa untuk dimanfaatkan dalam menghadapi segala tantangan dan persoalan bangsa.
F. Paham Bhinneka Tunggal lka
Paham Bhinneka Tunggal lka oleh Ir. Sujamto disebut sebagai paham Tantularisme, bukan paham sinkretisme. Paham Bhinneka Tunggal lka dicoba untuk mengembangkan konsep baru dari unsur asli dengan unsur dari luar.
Contoh:
Adat istiadat tetap diakui eksistensinya dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berwawasan kebangsaan.
G. Prinsip-Prinsip yang Terkandung dalam Bhinneka Tunggal lka
Prinsip-prinsip yang terkandung dalam Bhineka Tunggal lka, yaitu:
1. Toleransi
Pembentukan kesatuan dari keanekaragaman (bukan pembentukan konsep baru dari keanekaragaman) pada unsur atau komponen bangsa. Contoh: terdapat keanekaragaman agama dan kepercayaan.
Artinya:
- Ketunggalan Bhinneka Tunggal lka tidak dimaksudkan untuk membentuk agama baru.
- Setiap agama diakui seperti apa adanya, tetapi dicari common denominator dalam kehidupan beragama di Indonesia.
- Common denominator adalah prinsip-prinsip yang ditemui dari setiap agama yang memiliki kesamaan.
- Common denominator ini dipegang sebagai ketunggalan yang dipergunakan sebagai acuan dalam hidup berbangsa dan bernegara.
2. Bhinneka Tunggal lka tidak bersifat sektarian dan eksklusif, melainkan bersifat inklusif
Bhinneka Tunggal lka tidak bersifat sektarian dan eksklusif. Artinya: Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, tidak dibenarkan merasa dirinya yang paling benar, paling hebat, dan tidak mengakui harkat dan martabat pihak lain.
Kelemahan pandangan sektarian dan eksklusif (tertutup):
- Menghambat terjadinya perkembangan dalam menghadapi arus globalisasi dan keanekaragaman budaya bangsa.
- Memicu terbentuknya keakuan yang berlebihan. Cirinya: tidak atau kurang memperhitungkan pihak lain, memupuk kecurigaan, kecemburuan, dan persaingan yang tidak sehat.
Cara menyikapi pandangan sektarian dan eksklusif: Perlu adanya sifat terbuka yang terarah agar memungkinkan terbentuknya masyarakat yang pluralistik secara koeksistensi, mamiliki sifat saling menghormati, tidak merasa dirinya yang paling benar, dan tidak memaksakan kehendak pribadi kepada pihak lain. Sehingga dapat berkembangnya menjadi masyarakat modern.
Bhinneka Tunggal lka bersifat inklusif. Artinya: Golongan mayoritas dalam hidup berbangsa dan bernegara tidak memaksakan kehendaknya pada golongan minoritas.
Kelebihan: Kelebihan dari Bhinneka Tunggal lka yang bersifat inklusif ada pada segala peraturan perundang-undangan khususnya peraturan daerah dibuat agar mampu :
- Mengakomodasi masyarakat yang pluralistik dan multikultural dengan tetap berpegang teguh pada dasar negara Pancasila dan UUD 1945.
- Menghindari halhal yang memberi peluang terjadinya perpecahan bangsa.
3. Bhinneka Tunggal lka tidak bersifat formalitas yang hanya menunjukkan perilaku semu. Bhinneka Tunggal lka dilandasi oleh sikap saling mempercayai, saling menghormati, saling mencintai, dan rukun. Hanya dengan cara demikian, keanekaragaman ini dapat dipersatukan.
4. Bhinneka Tunggal lka bersifat konvergen (tidak divergen). Hal ini bermakna bahwa perbedaan yang terjadi dalam keanekaragaman tidak untuk dibesar-besarkan, melainkan dicari titik temu dalam bentuk kesepakatan bersama. Kesepakatan tersebut akan terwujud jika dilandasi oleh sikap toleran, nonsektarian, inklusif, akomodatif, dan rukun.
5. Terbuka
6. Koeksistensi damai dan kebersamaan
7. Kesetaraan
8. Musyawarah disertai dengan penghargaan terhadap pihak lain yang berbeda. Dengan menerapkan nilai-nilai tersebut, secara konsistensi akan terwujud masyarakat yang damai, aman, tertib, dan teratur sehingga kesejahteraan dan keadilan akan terwujud.
H. Penerapan Bhinneka Tunggal lka dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara
Dalam Pembukaan UUD 1945, alinea pertama disebutkan bahwa: "Sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan."
Awalnya, kemerdekaan atau kebebasan diberi makna bebas dari penjajahan negara asing, namun saat ini memiliki makna yang lebih luas yaitu menyangkut harkat dan martabat manusia, serta hak asasi manusia, karena di era globalisasi berkembang neoliberalisme dan neokapitalisme. Paham neoliberalisme dan neokapitalisme menyebabkan penjajahan dalam bentuk baru, yaitu penjajahan dalam bidang ekonomi, politik, sosial budaya, dan bidang kehidupan yang lain. Dengan begitu, kemerdekaan dimaknai sebagai bebas dari berbagai eksploitasi manusia oleh manusia dalam segala dimensi kehidupan, baik dari luar maupun dari dalam negeri.
Manusia memiliki kebebasan dalam berpikir, berkehendak, memilih, dan bebas dari segala macam ketakutan yang merupakan aktualisasi dari konsep hak asasi manusia, yaitu menundukkan manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya.
Sementara itu, penerapan Bhinneka Tunggal lka dalam kehidupan berbangsa dan bernegara harus berdasar pada Pancasila (dasar negara) yang telah ditetapkan oleh bangsa Indonesia. Dengan demikian, penerapan Bhinneka Tunggal lka harusdijiwai oleh konsep religiositas, humanitas, nasionalitas, sovereinitas, dan sosialitas. Hanya dengan ini maka Bhinneka Tunggal Ika akan teraktualisasi.