Elevasi Bangunan Rencana
1. Metode Penentuan Elevasi Bangunan Rencana
Metode penentuan elevasi bangunan rencana dilakukan dengan cara sebagai berikut:- Menggunakan hasil analisis data antara lain pasang-surut, data gelombang, data kontur kedalaman, panjang seret gelombang, data geoteknik dan data angin.
- Menentukan tinggi referensi sebagai hasil dari rerata elevasi muka air laut dari pengukuran pasang-surut.
- Menentukan tinggi muka air rancangan (design water level) yang merupakan penjumlahan dari tinggi pasang pada saat spring tide terhadap tinggi referensi, kenaikan muka air laut sebagai akibat serangan badai (wind set up), memperkirakan besarnya amblesan dari struktur bangunan, memperkirakan kenaikan muka air laut karena efek rumah kaca.
- Menentukan besarnya tinggi jagaan bebas (freeboard), yang merupakan ketinggian di atas tinggi muka air rencana, dan merupakan pengaruh dari tinggi gelombang rayapan (waves run up).
- Keseluruhan penentuan elevasi dilakukan berdasarkan nilai suatu parameter pada kala ulang tertentu. Pada studi ini digunakan kala ulang 10 tahun.
- Penentuan elevasi puncak bangunan pemecah gelombang dilakukan berdasar pada kondisi ekstrim atas, artinya kejadian diasumsikan pada saat muka air pasang tinggi, terjadi serangan badai sehingga wind set up dan gelombang juga tinggi.
2. Analisis Data yang Perlu di Lakukan
Untuk penentuan elevasi bangunan rencana, pembahasan mengenai analisis data yang ada disarikan sebagai berikut :a. Data Pasang-Surut
Pasang-surut di Kawasan Pantai Sebalang Teluk Lampung mempunyai kisaran (tidal range) sebesar 150,6m. Besaran tidal range ini disamping berperan dalam menentukan elevasi tertinggi dan terendah muka air laut juga akan menentukan batas atas dan batas bawah dari stabilitas bangunan sebagai akibat dari gelombang rayapan (run up) dan gelombang seret (run down).b. Kenaikkan muka air laut karena serangan badai (wind set up)
Gaya tekan angin akan diimbangi oleh naiknya muka air laut di garis pantai. Besarnya kenaikan muka air laut sangat tergantung pada kecepatan angin, panjang seret gelombang, dan kedalaman air.c. Penurunan tanah
Penurunan tanah di sini adalah penurunan tanah relatif, yang diakibatkan oleh kenaikan muka air laut sebagai efek rumah kaca, dan penurunan tanah karena faktor daya dukung tanah dan berat dari konstruksi bangunan.Efek rumah kaca telah mengakibatkan naiknya muka air laut. Berdasar pencatatan elevasi muka air laut di Amsterdam yang dimulai sejak tahun 1700, didapatkan kenaikan muka air laut sebesar 20 cm dalam 1 abad terakhir. Dalam 10 tahun berarti sekitar 2 cm. Nilai ini memang relatif kecil, namun karena kejadian yang bersifat global, maka dapat dikemukakan, kondisi tanah di pantai biasanya terdiri dari tanah lunak sebagai akibat adanya proses sedimentasi. Pada perancangan ini diasumsikan selama 10 tahun mengalami penurunan tanah sebesar 50 cm.
d. Data Gelombang
Data gelombang yang digunakan untuk penentuan elevasi bangunan ini adalah data gelombang terukur yang merupakan data sekunder, yang tercatat di laut dalam secara terus-menerus dan dianalisis setiap 6 jam selama kurun waktu 5 tahun. Walaupun lokasi alat pencatat gelombang ini relatif jauh dari lokasi studi, namun gelombang yang telah sepenuhnya terbangkitkan (fully developed wave) dan swell (alun) akan menjalar (mentransformasikan energi) bahkan bisa mencapai jarak ribuan kilo meter.f. Tinggi gelombang rayapan
Gelombang yang mengenai suatu permukaan miring maka akan merayap (run up). Jika rayapan tersebut melewati puncak elevasi, maka disebut sebagai melimpas (overtopping). Sebagai ilustrasi, limpasan dengan debit per satuan panjang sebesar 1 liter/detik akan membuat orang kesulitan berjalan.Respon struktur
Beberapa hal yang berkaitan dengan geometri desain adalah sebagai berikut: (1) lebar puncak minimum, (2) ketebalan, terutama dari lapis luar, (3) jumlah batu dalam suatu luas permukaan (4) elevasi dasar dari lapis luar.1. Batu sebagai lapis luar
Berbagai metode digunakan untuk memprediksi ukuran batu berdasar atas besarnya serangan gelombang. Pada sub bab ini akan dibahas lebih lanjut mengenai formula Hudson yang digunakan pada SPM (1984) dan formula dari Van der Meer (1988)a. Formula Hudson
Formula Hudson awalnya adalah sebagai berikut:KD adalah koefisien stabilitas, yang disarankan untuk desain adalah yang berhubungan dengan kondisi “no damage” (belum rusak) dimana sampai 5 % lapis luar saja yang mungkin berpindah. Pada tahun 1973, SPM memberikan nilai KD untuk bahan yang kasar, batu bersudut sebanyak dua lapis untuk breakwater bagian trunk (badan) sebagai berikut:
- KD = 3,5 untuk gelombang pecah
- KD = 4,0 untuk non-gelombang pecah.
Definisi dari gelombang pecah di sini bukannya yang dikarenakan pecah di lereng struktur melainkan pecah di lepas pantai.
SPM dewasa ini menyarankan penggunaan H adalah H1/10, yaitu rerata dari 1/10 gelombang tertinggi. Hal ini menjadikan KD untuk gelombang pecah menjadi 2,0 sedangkan untuk yang non-gelombang pecah masih tetap.
b. Formula Van der Meer, kondisi air dalam
Dua formula yang diturunkan adalah sebagai berikut:Untuk gelombang plunging:
Untuk gelombang surging:
Untuk gelombang transisi dari plunging ke surging maka digunakan nilai 𝝃 kritik:
Nilai P sebesar antara 0,1 hingga 0,6. Awal kerusakan yaitu untuk nilai S = 2 – 3, adalah sama dengan “no damage” pada formula Hudson. Nilai Maksimum dari banyaknya gelombang N adalah 7500. Setelah mencapai nilai ini maka struktur akan mencapai kondisi yang kurang lebih ekuilibrium. Kecuraman gelombang seyogyanya terletak antara 0,005 < Som < 0,06. Pada saat dilakukan percobaan maka besarnya rapat massa terletak antara 2000 kg/m3 hingga 3100 kg/m3.
Kehandalan dari formula tersebut di atas tergantung pada berbagai perilaku acak dari lereng batu, keakuratan dari pengukuran tingkat kerusakan dan pengeplotan pada kurva terhadap hasil pengujian. Nilai Hs /𝛥Dn.50 pada formula Hudson hanya berhubungan dengan sudut kemiringan lereng cot𝛼 . Maka dari itu pengeplotan nilai Hs / 𝛥Dn.50 terhadap cot𝛼 hanya akan menghasilkan kurva tunggal. Sedangkan persamaan dari Van der Meer memperhitungkan faktor periode gelombang (kecuraman), permeabilitas struktur dan lama badai berhembus.
Formula dari Hudson hanya bisa dilakukan untuk perkiraan yang amat kasar. Sekedar ilustrasi bahwa faktor 2 dalam Ns berarti akan mempunyai konsekuensi perbedaan massa batu sebesar 8 kali. Sehingga dapat dikatakan bahwa formula Van der Meer lebih bagus dibanding formula Hudson. Namun demikian penggunaan formula Van der Meer lebih sulit. Pada desain ini, bangunan pengaman pantai terletak pada air dangkal.
c. Formula Van der Meer untuk air dangkal
Hingga sekarang tinggi gelombang signifikan Hs-lah yang digunakan. Pada air dangkal distribusi dari tinggi gelombang beralih dari distribusi Rayleigh karena adanya gelombang pecah. Pengujian lebih lanjut terhadap lereng 1 : 30 dan kedalaman terbatas, menurut Van der Meer (1988a) menunjukkan bahwa H2% adalah nilai yang lebih baik untuk desain dibanding Hs. Dalam arti, untuk kedalaman terbatas maka stabilitas lapis luar adalah lebih baik didiskripsikan dengan karakteristik yang lebih tinggi yaitu H2% dibanding Hs.Selanjutnya formula yang dihasilkan adalah sebagai berikut:
Untuk gelombang plunging:
Untuk gelombang surging:
2. Lapis luar dengan unit beton
SPM menyajikan nilai koefisien stabilitas dari lapis luar yang terbuat dari beton secara agak rinci. Misal KD = 6,5 dan 7,5 untuk kubus, KD = 7,0 dan 8,0 untuk tetrapods, KD = 15,8 dan 31,8 untuk dolos.Breakwater dengan unit lapis luar yang saling terkait biasanya dibangun dengan lereng yang agak curam, yaitu sekitar 1:1,5. Kerusakan, seperti telah dijelaskan di muka dapat dinyatakan dalam Nod, Nor, maupun Nomov. Formula di bawah ini dihasilkan dari tes terhadap satu sudut kelerengan saja.
Formula untuk kubus adalah sebagai berikut:
Formula untuk tetrapods:
Untuk kriteria “no damage”, yang berarti Nod = 0, maka formula tersebut di atas dapat direduksi menjadi:
Lamanya badai dan periode gelombang hampir tidak berpengaruh pada acropode sehingga stabilitas dapat didiskripsikan sebagai berikut:
Mulai dari kerusakan, Nod = 0
Hs / 𝛥Dn = 3,7
Runtuh, Nod > 0,5
Hs / 𝛥Dn = 4,1
Perbandingan persamaan di atas menunjukkan bahwa awal kerusakan dan keruntuhan pada akropod sangat dekat, walaupun pada nilai Hs/𝛥Dn yang sangat tinggi. Hal ini berarti di atas suatu tinggi gelombang yang tinggi akropod tetap stabil, tetapi setelah awal kerusakan pada tinggi gelombang yang tinggi ini, struktur akan runtuh secara progresif. leh karena itu disarankan menggunakan faktor pengaman untuk perencanaan yaitu sekitar 1.5 dari nilai Hs/𝛥Dn. Hal ini berarti bahwa untuk perencanaan akropod seharusnya menggunakan formula berikut yang serupa dengan nilai perencanaan kubus dan tetrapod Hs/𝛥Dn =2,5.
Dari uraian di atas dapat disarikan menjadi beberapa poin berikut ini:
- Mulai kerusakan (start of damage) untuk batu dan kubus adalah hampir sama.
- Stabilitas awal (the initial stability) dari tetrapods adalah lebih tinggi dibanding batu dan kubus, sedangkan untuk acropode jauh lebih tinggi.
- Keruntuhan lereng pertama kali dicapai oleh batu, kemudian kubus, tetrapod dan acropod.
Sampai saat ini kerusakan dari unit beton sebagai lapis luar masih didefinisikan sebagai unit yang berpindah. Padahal kerusakan dimungkinkan pula disebabkan oleh masalah kekuatan strukturnya.
Pada kasus dimana kekuatan struktur memainkan peranan penting maka selain Nod perlu juga diperhatian jumlah yang retak (Nor = number of rocking) atau totalnya yaitu Nomov (number of moving). Persamaan untuk Nomov adalah sebagai berikut:
Untuk kubus:
Untuk tetrapods:
3. Lapis bawah, filter, pelindung kaki dan kepala
a.Lapis bawah dan filter
Struktur rubble mound di pantai ataupun pada garis pantai biasanya terdiri dari lapis luar dan satu atau lebih lapis bawah. Struktur revetmen mempunyai satu atau dua lapis bawah yang diikuti dengan inti yang terbuat dari material yang relatif halus (quarry run). SPM (1984) merekomendasikan ukuran batu lapis bawah sekitar 1/10 hingga 1/15 kali massa lapis luar.Sedangkan lapis filter (filter layer) merupakan lapisan yang terletak di bawah lapis bawah (under layer) dengan massa sebesar (1/10 – 1/15) massa lapis bawah.