Kelompok Silat Perisai ini tampil dengan diiringi musik Calempong Oguong yang dimainkan oleh lima orang. Busana pesilat berwarna hitam berikat kepala dengan properti sebilah pedang dan sebuah perisai.
Pedang dan perisai terbuat dari kayu. Keberadaan Silat Perisai dimulai pada masa Wilayah Negeri Kampar dulunya sebelum kemerdekaan RI pernah mempunyai sistem pemerintahan Andiko dimana yang berkuasa adalah Pucuk Adat yang disebut Ninik Mamak.
Ninik Mamak menaungi masyarakat yang disebut anak Kemenakan dan Urang Sumondo. Setiap kelompok masyarakat yang terdiri dari Anak Kemenakan dan Urang Sumondo disebut pasukuan. Setiap pasukuan memiliki dubalang/pendekar Silat Perisai.
Pada masa itu yang berlaku hukum adat. Bila terjadi silang sengketa antara pasukuan misalnya tentang wilayah hutan tanah, menurut hukum adat diputuskan untuk menentukan siapa yang berhak mengadu dua orang dubalang/pendekar dari dua suku yang bersengketa itu di gelanggang silat.
Masing-masing dubalang memakai busana teluk belanga lengan pendek, kain sesamping dan ikat kepala, bersenjata sebilah pedang si tangan kanan dan sebuah perisai di tangan kiri. Dengan diberi aba-aba oleh dubalang pucuk adat pertarungan dimulai.
Bila salah seorang dubalang itu sudah terdesak dan tak mampu lagi bertahan sehingga meungkin akan terluka/terbunuh, isteri dubalang dimaksud akan masuk ke gelanggang (sebagai wasit) segera menghentikan pertarungan itu dengan sebuah isyarat yang menyatakan pada hadirin bahwa pendekar (suaminya) telah mengaku kalah.
Dengan itu Pucuk Lembaga Adat akan mengumumkan pasukan yang menang.