Kesenian Sijobang umumnya dipentaskan pada malam hari setelah acara kenduri khitanan, kenduri akikah dan terkadang setelah upacara perkawinan.
Kesenian Sijobang pada prinsipnya boleh saja ditampilkan pada siang hari, namun seniman Sijobang lebih menyukai penampilan pada malam hari karena suhu udara yang dingin menyebabkan suara mereka tidak cepat hilang dan tidak cepat lelah.
Sijobang lebih banyak ditampilkan pada acara khitan dan kenduri akikah karena memang ditujukan sebagai cerita untuk menghibur dan sekaligus sebagai media transmisi nilai-nilai budaya serta adat kepada anak-anak.
Pertunjukan dimulai setelah sholat Isya sekitar pukul 20.00 wib dan istirahat pada pukul 24.00 wib setiap malamnya. Pagi harinya sang seniman pergi menunaikan berbagai keperluannya, dan pada malam harinya kembali ke kediaman tuan rumah untuk melanjutkan cerita Sijobang yang belum selesai.
Teater Buruong Gasiong biasanya ditampilkan selama tiga hingga tujuh malam tergantung permintaan tuan rumah yang memiliki hajatan.
Menurut tradisinya, kisah yang dimainkan dalam Sijobang terikat pada cerita Buruong Gasiong (atau biasa juga disebut Gadi Buruong Gasiong) dan Uwang bagak Pinang Baibuik. Tidak seperti cerita rakyat pada umumnya yang dapat diceritakan sambil lalu, kedua cerita ini terikat pada metode penceritaan melalui pementasan Sijobang buruong gasiong.
Keterikatan ini dikarenakan kepercayaan masyarakat terhadap aspek magis yang terdapat dalam cerita Buruong gasiong. Makin detil cerita disampaikan maka semakin berhasil sang aktor menghibur para penonton. Alur naik turun emosi haruslah terasa oleh penonton.
Sejak zaman dahulu hingga saat ini, seniman Sijobang seluruhnya laki-laki. Dalam Sijobang, seniman laki-laki dituntut untuk mampu memerankan seluruh tokoh yang terdapat dalam cerita Buruong Gasiong dan Pinang Baibuik.
Untuk membedakan antara tokoh perempuan dengan laki-laki, pemain Sijobang biasanya tidak memakai pakaian atau aksesoris yang identik dengan perempuan.
Pembedaan hanya dilakukan dengan mengeluarkan nada suara yang lembut dan gerak tubuh yang gemulai. Ini dikarenakan seorang seniman yang sedang memainkan Sijobang tidak memiliki kesempatan untuk mengganti pakaian sesuai dengan tokoh yang sedang diperankan.
Para penonton harus mampu menafsirkan sendiri tokoh yang sedang diperankan dan memahami kalimat yang diucapkan.