Tari Saman merupakan warisan budaya mayarakat Gayo yang sudah ada sejak abad ke-13. Kemudian dikembangkan oleh Syekh Saman dengan memasukkan pesan-pesan keagamaan. Tari Saman umumnya dimainkan oleh belasan laki-laki yang jumlahnya harus ganjil.
Para penari duduk berlutut dengan tumit mereka dan berbaris dengan rapat. Para penari mengenakan kostum berwarna hitam yang dibordir dengan motif Gayo yang berwarna-warni yang melambangkan alam dan nilai-nilai luhur. Tarian Saman menggunakan dua unsur gerak yang menjadi unsur dasar dalam Tarian Saman yaitu tepuk tangan dan tepuk dada.
Saman adalah salah satu kesenian tradisional yang tumbuh dan berkembang pada masyarakat Gayo di Kabupaten Gayo Lues, Aceh Tenggara, Aceh Timur (Kecamatan Serbejadi), Kabupaten Aceh Tamiang (Tamiang Hulu). Keberadaan saman pada masyarakat Gayo merupakan sebuah tradisi yang turun temurun dan menjadi bagian dalam kehidupan mereka.
Saman ada dan hidup pada masyarakat Gayo Deret (Gayo Blang) dimanapun mereka berada. Selain dilaksanakan di kampung halamannya, Saman juga dilakukan didaerah-daerah perantauan mereka, misalnya di Banda Aceh, Medan, dan juga di Jakarta. Di kampung halamannya, Saman dimainkan mulai dari tingkat jorong (dusun) hingga tingkat kabupaten. Adapun sama dilakukan bejamu dimana dengan mengundang saman dari daerah lain untuk bersama-sama bermain saman.
Berdasarkan cerita dari mulut ke mulut, Saman berasal dari kesenian yang disebut pok ane yang artinya menepuk tangan sambil bernyanyi. Menurut sejarahnya, Saman dikembangkan oleh seorang tokoh Islam yang bernama Syeh Saman. Selain sebagai penyiar agama Syeh Saman juga seorang seniman sehingga namanya kemudian didedikasikan sebagai nama tarian Saman. Dalam perkembangan selanjutnya kesenian ini digunakan sebagai media dakwah untuk pengembangan agama Islam. Sebagai media pengembang agama Islam, sampai kini masih kita rasakan dalam syair-syairnya, terutama dalam langkah-langkah awal selalui dimulai dengan salam.
Snouck Hurgronje dalam perjalanannya ke Tanah Gayo pada awal 1900-an (Tanoh gayo dan Penduduknya, 1996), mengatakan bahwa tarian Saman ini dilakukan pada saat akhir bulan puasa oleh para anak muda (laki-laki). Dalam perkembangan selanjutnya, saman dijadikan sebagai kesenian yang diikutsertakan dalam festival Pekan Kebudayaan Aceh (PKA ke-2) tahun 1972 di Banda Aceh. Pada waktu itu saman menjadi salah satu tari favorit sehingga digelari tari tangan seribu oleh ibu Tien Suharto. Sejak saat itu tari Saman mulai dikenal luas da diundang dalam pembukaan Taman Mini Indonesia Indah tahun 1974. Kemudian Saman diundang ke berbagai acara tingkat nasional hingga misi kesenian ke luar negeri. Pada perkembangan selanjutnya, saman dijadikan sebagai komoditas komersial.
Jenis-jenis Saman diantaranya adalah Saman Jejunten, yaitu saman yang dilakukan malam hari dengan duduk di atas pohon kelapa yang ditebang. Saman Njik, yaitu saman yang dilakukan pada waktu istirahat pada kegiatan menggirik padi. Saman Ngerje (Umah Sara), saman yang dilakukan oleh pemuda pada acara pesta perkawinan. Bejamu Besaman, yaitu saman yang dilakukan dengan mengundang grup saman dari kampung lain. Bejamu Besaman dilakukan dengan dua cara, yang pertama Saman Sara Ingi (Saman satu malam) yaitu saman yang dilakukan semalam suntuk. Saman ini dilakukan pada hari besan keagamaan (Aidul Fitri, Aidul Adha, dan Maulid Nabi Muhammad SAW. Kedua, Saman Roa Lo Roa Ingi (Saman dua hari dua malam), saman ini dilakukan secara terus menerus . Saman Bale Asam adalah saman yang dilaksanakan pada siang hari dalam rangka peringatan hari besar.
Saman ini dilaksanakan secara bersama-sama di sebuah lapangan dan setiap grup bebas memilih lawannya. Biasanya panitia acara akan mengaundang grup saman dari berbagai kampung untuk bertemu dan bertanding.
Tarian Saman ini terdiri dari Keketer, Rengum, Salam, Gerakan Tari, Ulu Ni Lagu, Anak ni Lagu, Saur, Syair, Guncang dan Penutup. Di dalam syair Saman banyak terdapat sisipan bahasa Arab dan bahasa Aceh. Pada galibnya sebelum tarian Saman dimulai, sebagai mukaddimah terlebih dulu seorang tua mewakili masyarakat setempat di mana tarian Saman diadakan, memberi sepatah kata (keketar) yang ditujukan kepada pemain dan penonton. Keketar adalah pidato yang diucapkan oleh seorang tokoh masyarakat atau pemuka adat yang memberikan nasehat kepada pemain Saman dan penonton.
Dalam tarian Saman terdapat Rengum yaitu mukaddimah yang berupa tiruan bunyi yang diucapkan bersama-sama. Kemudian dilanjutkan dengan Salam yang diucapkan oleh salah seorang pemain (penangkat/ Syech). Setelah itu disebut Ulu Ni Lagu atau permulaan tari.
Tahap selanjutnya adalah lagu dan gerakan-gerakan tari. Selanjutnya disebut Anak Ni Lagu adalah gerak tangan yang ringkas dan pendek yang berisi syair yang terdiri dari Saur dan redet. Begitu lagu dinyanyikan pemain membuat Saur lalu disaurkan bersama-sama. Beberapa kali saur diselingi syech menyanyi melengking, dua atau tiga kali lalu naik atau berdiri di atas lutut dan dari syech itulah diberi isyarat lalu disambung dengan Guncang. Guncang ini dilakukan dengan berdiri di atas lutut. Apabila duduk bersimpuh dengan adegan yang sangat cepat sekali dinamakan gerutup. Gerutup dilakukan pada posisi duduk. Dalam satu lagu, hal demikian terus dilakukan berkali-kali yang kemudian berubah berpindah dengan irama atau lagu lain.
Dalam penutupan tarian biasanya dilakukan surang-saring atau dengan melakukan tepuk tangan dengan nyanyian bersama disertai saur hingga pertunjukan berakhir. Komposisi pemain saman, yaitu; Penangkat : orang yang mengatur gerakan dan ritme saman, posisi berada di tengah-tengah pemain. Pengapit : tugasnya mengingatkan penangkat apabila lupa gerakan berikutnya, umumnya 2 orang yang posisinya di kanan dan kiri penangkat. Penyepit : membantu pengapit untuk mengingatkan jika ada kesalah gerak, umumnya dipilih orang yang bersuara merdu. Penupang : menjaga keseimbangan kawan atau menopang temannya agar keseimbangan terjaga.
Berdasarkan hasil survey lapangan menunjukkan bahwa saman mengalami degradasi nilai dan maknanya. Pendangkalan nilai dan makna ini akan mengancam keberadaan saman. Pengaruh televisi, internet, budaya asing dan bentuk-bentuk teknologi lain adalah factor penyebab utama degradasi nilai dan makna tersebut. Hal ini merupakan ancaman berat terhadap kelestarian saman asli di Kabupaten Gayo Lues. Hal ini jelas akan membawa dampak buruk bagi saman asli yang tersebar di luar Kabupaten Gayo Lues, Provinsi Aceh.