-->

Metode atau Pendekatan Dalam Membangun Psikologi Islam

Metode atau Pendekatan Dalam Membangun Psikologi Islam

Sebagaimana perbedaan pengkajian jiwa dimasa kejayaan Islam seperti yang telah diterangkan diatas, dalam membangun Psikologi Islam pun sikap para pengembang terhadap pengembangan Psikologi Islam terpecah menjadi dua kelompok besar yaitu:
  1. Kelompok yang berusaha mengangkat pesan besar Allah kedalam pemikiran psikologi, dalam artian bahwa mereka bercita - cita untuk membangun Psikologi Isla m benar - benar dari Al - Qur’an dan Hadist maupun penafsiran ulama tentang kedua sumber tersebut. Mereka memiliki alasan yang kuat, menurut mereka tidak ada satupun persoalan yang terlepas dari ajaran Islam, jadi semua urusan dan persoalan haruslah berpulang kepada dua pusaka yang dipertaruhkan oleh Rasulullah SAW yaitu Al - Qur’an dan Sunnah.
  2. Kelompok yang menghendaki keterbukaan terhadap pandangan hidup dan kehidupan non - muslim. Kelompok ini berusaha untuk mengadopsi konsep - konsep psikologi non - islami ke dala m pemikiran Psikologi Islam. Kelompok ini juga memiliki alasan yang kuat untuk pendiriannya, menurut mereka, bahkan Rasulullah SAW pun berkata bahwa: “Hikmah (ilmu, pemahaman, kebijaksanaan) itu merupakan barang yang hilang, jika ditemukan darimana saja da tangnya maka ia berhak memilikinya” . Mereka melandaskan legalitas pendekatan pengadopsian pemikiran psikologi non - islami, dengan catatan bahwa pemikiran yang diadopsi tersebut mengandung kebenaran.
Terdapat beberapa alternatif metode yang bisa digunakan untuk membangun Psikologi Islam yaitu (Mujib & Mudzakir, 2002):


1. Metode Pragmatis

Yaitu metode pengkajian dan pengembangan psikologi Islam yang lebih mengutamakan aspek praktis dan kegunaannya. Maksudnya, bangunan psikologi Islam dapat diadopsi dan ditransformasi dari kerangka teori - teori psikologi kontemporer yang telah mapan. Teori - teori tersebut dicarikan legalisasi dan justivikasinya dari Al - Qur’an dan Hadist. Metode ini akan menghasilkan rumusan yang lazim disebut dengan “psikologi Islami”, bukan psikologi Islam.

Langkah - langkah operasional yang dapat ditempuh dalam metode pragmatis sebagaimana yang ditawarkan Al - Faruqi dalam pengislamisasian ilmu modern:
  1. Penguasaan disiplin ilmu modern dan penguraian kategoris
  2. Survai disiplin ilmu pengetahuan
  3. Penguasaan khazanah islam, sebuah ontologis
  4. Penguasaan khazanah ilmiah islam, tahap analisis
  5. Penemuan relevansi Islam yang khas terhadap disiplin - disiplin ilmu pengetahuan
  6. Penilaian kritis terhadap disiplin ilmu modern, tingkat perkembangannya di masa ini.
  7. Penilaian kritis terhadap khazanah Islam, tingkat perkembangan dewasa ini
  8. Survai permasalahan yang dihadapi masyarakat Islam
  9. Survai permasalahan yang dihadapi umat manusia
  10. Analisis kreatif dan sintetis
  11. Penuangan kembali disiplin imlu modern ke dalam kerangka Islam
  12. Penyebarluasan ilmu - ilmu yang telah diislamisasikan.

Metode ini menghasilkan 6 pola pendekatan, yaitu
  1. Pendekatan Similarisasi, yaitu dengan menyamakan begitu saja konsep - konsep sains dengan konsep - konsep yang berasal dari Islam, padahal belum tentu sama.
  2. Pendekatan paralelisasi, yaitu menganggap parallel konsep yang berasal dari Islam dengan konsep yang berasal dari sains karena kemiripan konotasi, tanpa mengidentikkan keduanya.
  3. Pendekatan Kontemplementasi, yaitu antara Islam dan sains saling mengisi dan saling memperkuat, tetapi tetap mempertahankan eksistensinya masing - masing
  4. Pendekatan komparasi, yaitu membandingkan konsep atau teri sains dengan Islam mengenai gejala - gejala yang sama.
  5. Pola Induktifikasi, yaitu asumsi - asumsi dasar dan teori - teori ilmiah yang didukung oleh temuan - temuan empirik dilanjutkan pemikirannya secara teoritis abstrak kearah metafisik atau gaib, kemudian dihubungkan dengan prinsip - prinsip Islam.
  6. Pola Verifikasi, yaitu mengungkap hasil - hasilpenelitian ilmiah yang menunjang dan mem buktikan kebenaran ajaran Islam.


Metode Idealistik

Yaitu metode yang lebih mengutamakan penggalian Psikologi Islam dari ajaran Islam sendiri. Metode ini menggunakan pola deduktif dengan cara menggali premis mayor (sebagai postulasi) yang digali dari A l - Qur’an dan Hadist. Kosntruksi premis mayor ini dijadikan sebagai “kebenaran universal” yang dijadikan kerangka acuan penggalian premis minornya. Melalui metode ini terciptalah apa yang disebut dengan psikologi islam (tanpa huruf “I” yang mengiringi kata “Islam

Lebih lanjut, Sardar mengajukan kerangka epistimologis dalam penerapan metode ini:
  1. Didasarkan atas suatu kerangka pedoman mutlak, sebab datangnya dari allah dan rasul - Nya
  2. Bersifat aktif bukan pasif
  3. Memandang obyektifitas sebagai masalah umum dan buk an masalah khusus (pribadi)
  4. Sebagian besar bersifat deduktif
  5. Memadukan pengetahuan dengan nilai - nilai Islam.
  6. Memandang pengetahuan bersifat inklusif dan bukan eksklusif, yakni menganggap pengalaman manusia sebagai masalah subyektif yang sama validitasnya d engan evolusi yang bersifat obyektif.
  7. Menyusun pengalaman subyektif dan mendorong pencarian pengalaman - pengalaman ini, yang dari umat Islam sendiri diperoleh komitmen - komitmen nilai dasar mereka.
  8. Memadukan konsep - konsep dari tingkatan pengalaman subyektif (mistik - spritual) sehingga konsep - konsep dan kiasan - kiasan yang sesuai dengan satu tingkat tidak harus sesuai dengan tingkatan yang lain.
  9. Tidak bertentangan dengan pandangan holistik, melainkan menyatu dan manusiawi dari pemahaman dan pengalaman manusia. Dengan demikian epistimologi Islam sesuai dengan pandangan yang lebih menyatu dari perkembangan pribadi dan pertumbuhan intelektual.

Metode ini meliputi 3 aspek pendekatan dalam mengembangkan Psikologi Islam, yaitu:

a. Pendekatan Skriptualis

Yaitu pendekat an pengkajian Psikologi Islam yang didasarkan atas teks - teks Al - Qur’an ataupun Hadist secara literal. Asumsi filosofisnya dalah bahwa allah SWT menciptakan jiwa manusia, dan Dia pula yang menciptakan hukum - hukum psikologisnya. Prosedur pengkajiannya dapat ditempuh melalui 4 cara, sebagai berikut:
  1. Prosedur tematis, yaitu memilih topik - topik tertentu yang berkaitan dengan psikologi, kemudian menginventarisasi ayat - ayat atau beberapa hadist yang berkaitan dengan topik tersebut. Hasil inventarisasi tersebut dic arikan kaitannya agar masing - masing saling menjelaskan, kemudian disistematisasi menurut disiplin psikologis, sehingga didapatkan kesimpulan yang bernuansa psikologis pula.
  2. Prosedur analisis, dengan menampilkan ayat - ayat atau hadist yang berkaitan dengan p sikologi, kemudian menganalisanya secara psikologis pula, sehingga ditemukan kesimpulan psikologis.
  3. Prosedur perbandingan, dengan membandingkan antara ayat satu dengan ayat yang lain, ayat dengan hadist, hadist dengan hadist. Perbandingan ini berkaitan den gan variasi letak kata, jumlah huruf, keterdahuluan, ma’rifat dan nakirah, pemilihan huruf, pemilihan kata dan variasi idgom.
  4. Prosedur global, dengan mengemukakan penjelasan mengenai ayat - ayat atau hadist yang berkaitan dengan psikologi, tanpa menganalisis nya secara luas, apalagi menyajikannya secara tematik atau perbandingan. Prosedur ini jarang digunakan karena telah diwakili oleh ketiga prosedur sebelumnya.


b. Pendekatan Falsafati

Yaitupendekatan pengkajian psiikologi Islam yang didasarkan atas prosedur berpikir spekulatif. Prosedur yang dimaksudkan mencakup berpikir sistemik, radikal dan universal, yang ditopang dengan kukuatan akal sehat.

c. Pendekatan Sufistik atau Tasawwufi

Pendekatan pengkajian Psikologi Islam yang didasarkan pada prosedur intuitif, ilham dan cita - cita. Prosedur yang dimaksudkan dilakukan dengan cara menajamkan struktur kalbu melalui proses penyudian diri. Cara ini dapat membuka hijab (tabir) yang menjadi penghalang antara ilmu - ilmu Allah dengan jiwa manusia, sehingga mereka memperoleh ketersingkapan dan mampu mengungkap hakikat jiwa yang sesungguhnya. William James menyebutkan bahwa setidak - tidaknya terdap 4 karakteristik yang dipahami dalam pendekatan sufistik, yaitu:
  1. Lebih mengutamakan aspek - aspek perasaan, sehingga sulit dideskripsi kan secara ilmiah,
  2. Dalam kondisi neurotik, justru para sufi meyakini dirinya telah mencapai alam hakikat, sehingga mereka memperoleh pengetahuan ilham,
  3. Kondisi puncak yang diperoleh bersifat sementara dan mudah sirna, meskipun hal itu menimbulkan kesan da n ingatan yang mendalam dan tak terlupakan,
  4. Apa yang diperoleh merupakan anugerah yang tidak bisa diusahakan, sebab pengalaman mistik menggantungkan diri pada kekuatan supernaruta yang menguasainya,
  5. Bersifat subyektif.

d. Pendekatan Elektis

Dengan cara meng gabungkan ketiga pendekatan diatas secara bersama - sama tanpa memperhitungkan susunannya, sebab setiap pendekatan memiliki keistimewaan dan kelemahan. Keistimewaan satu pendekatan dapat melengkapi kelemahan pendekatan yang lain.

Share this:

Disqus Comments