-->

Teori Emile Durkheim tentang dualisme manusia sebagai makhluk sosial dan makhluk individu

Teori Emile Durkheim tentang dualisme manusia sebagai makhluk sosial dan makhluk individu

Teori Emile Durkheim tentang dualisme manusia menyatakan bahwa manusia adalah makhluk sosial dan makhluk individu. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak bisa hidup tanpa bantuan orang lain dan kehidupan masyarakat sekelilingnya. Salah satu kegiatan manusia dalam kehidupan bermasyarakat adalah kegiatan sosial budaya yang akan mengalami perubahan seiring dengan semakin berkembangnya peradaban manusia.

Perubahan sosial budaya adalah sebuah gejala berubahnya struktur sosial dan pola budaya dalam suatu masyarakat (Wikipedia bahasa Indonesia). Gejala ini terjadi sesuai dengan hakikat dan sifat dasar manusia yang selalu ingin mengadakan perubahan. Perubahan itu juga dipicu pula oleh semakin banyaknya kegiatan yang menuntut interaksi dan kerjasama antar sesama manusia, terutama dengan semakin majunya ilmu pengetahuan, teknologi, komunikasi dan berkembangnya landasan falsafah organisasi sosial.


Kemajuan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, menuntut kodrat manusia sebagai makhluk sosial untuk menjalin hubungan atau kerjasama, baik dengan pribadi maupun kelompok, yang disebut sebagai interaksi sosial. Soerjono Soekamto menyebutkan bahwa interaksi sosial adalah kunci semua kehidupan sosial, sehingga bila tidak ada interaksi maka tidak mungkin ada kehidupan bersama. Bila interaksi sosial sering dilakukan, maka tanpa disadari akan terbangun kelompok sosial, yang tanpa disadari juga akan menciptakan suatu kebudayaan.

Kebudayaan mempunyai beberapa definisi. Ahli antropologi, E.B. Taylor (1871) berpendapat bahwa budaya adalah suatu keseluruhan kompleks yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, seni, kesusilaan, hukum, adat istiadat, serta kesanggupan dan kebiasaan lainnya yang dipelajari manusia sebagai anggota masyarakat. Menurut Linton (1940), budaya adalah keseluruhan dari pengetahuan, sikap, dan pola perilaku yang merupakan dan kebiasaan yang dimiliki dan diwariskan oleh anggota masyarakat tertentu. Sedangkan Koentjaraningrat (1979) mengartikan budaya sebagai keseluruhan dari sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan cara belajar. Kebudayaan memiliki tiga wujud, yaitu (a) pikiran, gagasan, ide-ide, norma/peraturan, (b) aktivitas kelakuan berpola manusia dalam masyarakat, (c) wujud fisik yang merupakan total hasil fisik dari aktivitas perbuatan dan karya manusia dalam masyarakat.


Manusia sebagai makhluk budaya memiliki arti bahwa kebudayaan merupakan ukuran dalam hidup dan tingkah laku manusia terhadap dunianya, lingkungan serta masyarakatnya. Kebudayaan mengikat para anggota masyarakat untuk berperilaku sesuai dengan budaya yang ada menjadi satu kesatuan pandangan yang menciptakan keseragaman berperilaku atau bertindak.

Sejalan dengan itu, nilai-nilai sosial budaya sangat diperlukan dalam kehidupan masyarakat. Menurut Raven (1977), tanpa nilai-nilai sosial budaya, suatu masyarakat dan negara tidak akan memperoleh kehidupan yang harmonis dan demokratis. Sasongko (2003) juga mengatakan bahwa pada masyarakat modern, kehidupan sosial cenderung semakin kompetitif dan kompleks. Kondisi seperti ini menuntut manusia (sebagai makhluk individu) untuk memiliki suatu nilai-nilai, pengetahuan dan ketrampilan yang dapat dijadikan sebagai sarana beradaptasi dengan masyarakatnya. Namun nilai-nilai, pengetahuan dan keterampilan tersebut hendaknya disesuaikan dengan keadaan tanpa mengurangi hak orang lain terhadap sosial budaya tersebut.

Share this:

Disqus Comments